Amilase >>> faktor-faktor yang mempengaruhi kerjanya

PENGUJIAN AKTIVITAS AMILASE

A.      TUJUAN

Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu  agar mahasiswa dapat melakukan pengujian aktivitas amilase.

B.       TINJAUAN PUSTAKA

Pati yang juga merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan ini berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-50 nm. Pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabangcabang (Irawan, 2007). Pati merupakan polimer yang tersusun dari unit satuan α-D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan ikatan α-1,6 glikosidik pada percabangan rantainya. Secara alami, pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang kedua-duanya merupakan suatu polimer dari α-D-glukosa (Sukandar, 2011).

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel (Anonim, 2011). Enzim meningkatkan laju reaksi sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, 1995).

Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktiasi suatu reaksi enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada membutuhkan energi atau mengeluarkan energi (Poedjadi, 2006).

Cairan ludah adalah secretion1 eksokrin, 2 consistingof sekitar 99% air, yang mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat) dan protein, yang diwakili oleh enzim, immunoglobulin dan faktor antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, jejak albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan mulut. Ada juga glukosa dan produk nitrogen, seperti urea dan ammonia.3, 4 Komponen berinteraksi dan bertanggung jawab atas berbagai fungsi dikaitkan dengan air liur. Air liur bertanggung jawab untuk pencernaan awal pati, mendukung pembentukan, makanan bolus.13 17 Tindakan ini terjadi terutama oleh adanya enzim pencernaan α-amilase (ptyalin) dalam komposisi air liur. Fungsi biologis adalah untuk membagi pati menjadi maltosa, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap baik indikator kelenjar ludah berfungsi, 29 kontribusi 40% sampai 50% dari jumlah ludah protein yang dihasilkan oleh kelenjar. Semakin besar bagian dari enzim (80%) disintesis dalam parotids dan sisanya di submandibula kelenjar. Aksinya tidak aktif di bagian asam dari saluran pencernaan dan akibatnya terbatas pada mulut (Almeida, 2008).

Pengukuran aktivitas amilase dan glukanase dilakukan berdasar kepada kemampuan enzim tersebut dalam mengurai substrat (polisakarida) menjadi monosakarida dalam bentuk gula pereduksi, pada satuan waktu tertentu. Akurasi pengukuran dapat dicapai bila proses deteksi gula pereduksi berlangsung optimum. Reagen DNS yang digunakan dalam mengukur gula pereduksi terdiri dari asam dinitrosalisilat, garam Rochelle dan natrium hidroksida (Rahmansyah, 2003).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :

  1.  suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

b.      pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

c.       konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

d.      konsentrasi substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.

e.       zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa (Salisbury dan Ross, 1995).

 

C.      ALAT DAN BAHAN

a)      Alat

Alat yang digunakan yaitu :

  1. Tabung reaksi
  2. Pipet tetes
  3. Timbangan analitik
  4. Gelas kimia 50 ml
  5. Erlenmeyer
  6. Gelas ukur 50 ml
  7. Batang pengaduk
  8. Cawan petri
  9. Penangas air
  10. Tissue
  11. Spektrofotometer
  12. Kuvet
  13. Corong
  14. Gegep
  15. Kertas label

 

b)      Bahan

Bahan yang digunakan yaitu :

  1. Saliva
  2. NaOH
  3. Reagen DNS
  4. H2SO4 2M
  5. Akuades
  6. Pati 4%

 

 

D.      PROSEDUR KERJA

a)      Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase.

 

Pati

–          Ditimbang 0,04 gram

–          Diencerkan dengan akuades hingga 10 ml

–          Dipipet masing-masing 0,5 ml

–          Dimasukan ke dalam tabung I,II, dan III

–          Ditambahkan akuades masing-masing 0,5 ml

–          Ditambahkan saliva masing-masing 1 ml

–          Diinkubasi masing-masing pada suhu 4; 37; 80 oC

–          Ditambahkan pereaksi DNS masing-masing 1 ml

–          Dikocok

–          Dipanaskan

–          Didinginkan dalam air dingin

–          Ditambahkan 8 ml akuades pada masing-masing tabung

–          Dikocok

–          Diukur absobansinya

Hasil ..?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

b)      Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim

 

 

–          Ditimbang 0,04 gram

–          Diencerkan dengan akuades hingga 10 ml

–          Dipipet masing-masing 1; 0,5; 0 ml

–          Dimasukan ke dalam tabung I,II, dan III

–          Ditambahkan akuades masing-masing 0;  0,5; 1 ml

–          Ditambahkan saliva masing-masing 1 ml

–          Diinkubasi masing-masing pada suhu 60 oC selama 15 menit

–          Ditambahkan pereaksi DNS masing-masing 1 ml

–          Dikocok

–          Dipanaskan selama 15 menit

–          Didinginkan dalam air dingin

–          Ditambahkan 8 ml akuades pada masing-masing tabung

–          Dikocok

–          Diukur absobansinya

Hasil ..?

Pati

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

c)      Pengaruh pH terhadap aktivitas amilase

 

 

 

–          Ditimbang 0,04 gram

–          Diencerkan dengan akuades hingga 10 ml

–          Dipipet masing-masing 1; 0,5; 0 ml

–          Dimasukan ke dalam tabung I,II, dan III

–          Ditambahkan akuades masing-masing 0;  0,5; 1 ml

–          Ditambahkan saliva masing-masing 1 ml

–          Diinkubasi masing-masing pada suhu 60 oC selama 15 menit

–          Ditambahkan pereaksi DNS masing-masing 1 ml

–          Dikocok

–          Dipanaskan selama 15 menit

–          Didinginkan dalam air dingin

–          Ditambahkan 8 ml akuades pada masing-masing tabung

–          Dikocok

–          Diukur absobansinya

Hasil ..?

Pati

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

d)     Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Amilase

 

 

 

–          Ditimbang 0,04 gram

–          Diencerkan dengan akuades hingga 10 ml

–          Dipipet masing-masing 1; 0,5; 0 ml

–          Dimasukan ke dalam tabung I,II, dan III

–          Ditambahkan akuades 0; 0,5; 1 ml

–          Ditambahkan saliva masing-masing 1 ml

–          Diinkubasi masing-masing pada suhu 37 oC pada waktu 0, 30 dan 60 menit

–          Dipipet 1 ml

–          Dimasukan ketabung

–          Ditambahkan pereaksi DNS masing-masing 1 ml

–          Dikocok

–          Dipanaskan selam 30 menit

–          Didinginkan dalam air dingin

–          Ditambahkan 8 ml akuades pada masing-masing tabung

–          Dikocok

–          Diukur absobansinya

Hasil ..?

Pati

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

e)      Larutan blanko

 

–          Dipipet

–          Dimasukan ke tabung reaksi

–          Ditambahkan 1 ml pereaksi DNS

–          Dipanaskan

–          Didinginkan

–          Ditambahkan 8 ml akuades

–          Dimasukan ke kuvet

–          Diukur absorbansinya

1 ml akuades

Hasil..?

 

 

E.     HASIL PENGAMATAN

1)      Tabel Hasil Pengamatan.

a)      Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim

 

Tabung Pati 4% Air (ml) Saliva (ml) Suhu inkubasi (oC) Hasil λ
1 0,5 0,5 1 4 Orange 0,17
2 0,5 0,5 1 37 Orange 0,02
3 0,5 0,5 1 80 Orange 0.016

b)     Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim

 

Tabung Pati 4% (ml) Air (ml) Saliva (ml) Absorbansi Konsentrasi
1 1 0 1 0,250 0,63 mol/l
2 0,5 0,5 1 0,126 3,19 mol/l
3 0 1 1 0,192 4,87mol/l

 

 

 

c)      Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim

 

Tabung Waktu Inkubasi (menit) Absorbansi
1 0 0,06
2 30 0,202
3 60 0,61

 

 

 

d)     Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim

No. Sampel Absorbansi
1. Tabung I (Air) 0,061 A
2. Tabung II (+NaOH) 0,027 A
3. Tabung III (+H2SO4) -0,072 A

 

 

 

e)      Tabel standar glukosa

 

Glukosa mg/ml 0 2 4 6 8 10
Absorbansi 0 0,078 0,134 0,285 0,294 0,390

 

2)      Kurva Standar Glukosa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3)      Perhitungan konsentrasi substrat

 

Dari kurva diperoleh persamaan : y = 0,0393x + 0,0005, sehingga :

 

  1. Untuk absorbansi 0,250 A, konsentrasi amilasennya adalah :

0,250=0,0393x+0,0005

x= 0,250-0,00050,0393

x=6,34 mg/ml

 konsentrasi substrat pada absorbansi 0,250 A adalah 6,34 mg/ml

 

  1. Untuk absorbansi 0,126 A, konsentrasi amilasennya adalah :

0,126=0,0393x+0,0005

x= 0,126-0,00050,393

x=3,19 mol/l

 konsentrasi substrat pada absorbansi 0,126 A adalah 3,19 mol/l

 

  1. Untuk absorbansi 0,192 A, konsentrasi amilasennya adalah :

0,126=0,0393x+0,0005

x= 0,192-0,00050,393

x=4,87 mol/l

 konsentrasi substrat pada absorbansi 0,126 A adalah 4,87 mol/l

 

F.       PEMBAHASAN

Pati merupakan jenis polisakarida yang tersusun atas amilosa dan amilopektin. Perbedaan amilosa dna amilopektin terletak pada ikatan OH glikosidik penyusunnya. Dalam tubuh manusia, pemecahan karbohidrat pertama kali terjadi pada mulut, dimana pada mulut terdapat air liur yang mengandung enzim amilase. Enzim amilase khususnya enzim  amilase merupakan enzim yang dapat memecah pati menjadi glukosa dengan memutuskan ikatan glikosidik penyusun pati. Glukosa hasil hidrolisis ini digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi utama. Enzim bersifat sebagai biokatalisator reaksi kimia, dimana enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan energi yang tidak sebanyak kebutuhan energi pada reaksi tanpa enzim. Kecepatan reaksi enzim ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dan beberapa diantaranya yaitu pH, konsentrasi dan suhu.

Pada percobaan ini dilakukan pengujian aktivitas enzim amilase pada saliva  terhadap pH, suhu, konsentrasi substrat, dan waktu inkubasi yang dibuat bervariasi. Percobaan ini diawali dengan pengenceran pati dengan menggunakan akuades, setelah itu dicampurkan dengan sejumlah saliva lalu diinkubasi. Reaksi enzimatis terjadi pada saat larutan diinkubasi pada suhu tertentu. Hasil inkubasi ditambahkan sejumlah indikator DNS dan dipanaskan. Fungsi penambahan DNS adalah untuk memberikan reaksi kompleks yang membantu dalam pengukuran absorbansi larutan pada spektrofotometer dan berfungsi menghentikan kerja enzim, sehingga enzim tidak memecah pati. Tujuan pemanasan adalah untuk mengoptimalkan kerja DNS dan mempercepat reaksi dari DNS untuk menghentikan kerja enzim.  Hasil pemanasan kemudian didinginkan, dimana tujuan pendinginan untuk menghilangkan DNS yang telah digunakan untuk menghentikan reaksi asam sulfat.  Lalu larutan diencerkan dengan sejumlah akuades yang bertujuan untuk mengurangi intensitas warna dari indikator DNS agar diperoleh hasil yang akurat dan diukur absorbansi larutan.

Prinsip kerja dari pengujian aktivitas enzim ini yaitu menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim untuk menguji aktivitas kerja enzim amilase saliva terhadap pati sagu. Pengukuran ini berdasarkan pada perubahan laju reaksi yang ditunjukan enzim amilase terhadap pH, konsentrasi, suhu dan waktu inkubasi yang dibat bervariasi. Laju reaksi sebanding dengan konsentrasi sehingga aktivitas enzim amilase dapat ditinjau dari konsentrasi atau kadar dari enzim setelah diberikan perlakuan.

Uji pertama yaitu uji pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim amilase. Seperti yang diketahui, konsentrasi substrat dapat mempengaruhi kerja enzim, dimana hubungan konsetrasi terhadap kerja enzim berbanding lurus. Dengan kata lain, tingginya konsentrasi substrat akan meninggikan aktivitas enzim. Pada literatur dijelaskan bila jumlah enzim dalam keadaan tetap, kecepatan reaksi akan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat. Namun, pada tabel data hasil percobaan, konsentrasi yang diperoleh dari hasil plot glukosa standar tidak sebanding dengan banyak ml pati yang digunakan pada reaksi enzimatis ini. Pada pati 1 ml memiliki kadar amilase yang lebih rendah dibandingkan pada pati 0%. Dimana seharusnya kadar amilase meningkat dengan semakin banyaknya jumlah gram substrat yang digunakan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kualitas pati yang tidak 100% pati dan kesalahan data ini dapat pula disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat pelabelan larutan yang akan diabsorbansi.

Selanjutnya dilakukan pengujiaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim. Seperti yang diketahui, enzim tersusun atas asama amino sehingga sifat kimia dan fisiknya akan diturunkan dari asam amino. Pada suhu rendah enzim tidak aktif sehingga tidak dapat bereaksi dengan substrat sedangkan pada suhu tinggi enzim akan mengalami kerusakan pada sisi aktifnya atau terdenaturasi. Pada literatur disebutkan suhu optimum enzim yaitu 30-40oC dan akan mengalami denaturasi diatas suhu 60oC. Berdasarkan hal tersebut, maka seharusnya hasil yang diperoleh pada percobaan ini adalah absorbansi dan konsentrasi amilase pada suhu 37oC akan lebih besar bila dibandingkan dengan absorbansi dan konsentrasi amilase pada suhu 4 dan 80 oC. Namun, pada tabel hubungan suhu terhadap kadar, pada suhu 4oC lah kerja enzim meningkat yang ditandai dengan tingginya kadar amilase yang diperoleh dan kerja enzim menurun seiring bertambahnya suhu hingga mencapai suhu 80oC. Pada suhu 80oC, enzim akan mengalami kerusakan struktur sekunder, tersier dan kuarter pada area sisi aktifnya sehingga tidak dapat berikatan dengan substrat dan frekuensi tumbukan antar partikel berkurang oleh kerusakan enzim ini sehingga menurunkan laju reaksi enzim.

Pada data hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas enzim terlihat yaitu pada sampel yang ditambahkan sejumlah air memiliki absorbansi yang lebih tinggi dibandingkan absorbansi yang dihasilkan dari penambahan NaOH dan H2SO4. Hasil ini telah sesuai dengan teori. Enzim akan optimum kerjanya apabila berada pada suhu netral. Air merupakan senyawa dengan pH netral yaitu kurang lebih pH=7, sedangkan NaOH dan H2SO4 merupakan senyawa basa dan asam. Menurut arrhenius, dikatakan asam apabila dilarutkan dalam air akan mneghasilkan H+ sedangkan dikatakan basa apabila dilarutkan dalam air menghasilkan OH-. Pada suasana asam atau basa, aktivitas enzim akan menurun yang disebabkan oleh rusaknya sisi aktif enzim pengaruh ion H+ atau OH dari senyawa asam dan basa. Ion-ion ini yang mempengaruhi gugus alkil dari asam amino penyusun enzim. Seperti yang diketahui, asam amino tersusun atas gugus amino, gugus alkil, gugus karboksil dan atom H. Berdasarkan gugus alkilnya (R) asam amino diklasifikasikan menjadi beberapa jenis dan salah satunya yaitu asam dan basa. Maka ketika asam atau basa ditambahkan pada larutan yang mengandung asam amino maka gugus alkil (R) asam amino yang bersifat asam-basa akan meberikatan dengan H – OH dari asam basa yang ditambahkan. Tentu saja gugus alkil (R) asam amino yang bersifat asam akan berikatan dengan OH yang diperoleh dari basa yang ditambahkan, begitu pula dengan ketika bagian alkil asam amino yang bersifat basa bertemu dengan H+ dari asam yang ditambahkan. ikatan yang dibentuk inilah yang merubah sisi aktif dari enzim sehingga frekuensi tumbukan partikel berkurang yang menyebabkan laju reaksi enzim lemah atau rendah.

Uji terakhir yaitu pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas amilase. Enzim mulai bekerja pada saat diinkubasi. Semakin lama waktu inkubasi semakin efektif kerja dari enzim, namun tidak selamanya semakin lama waktu inkubasi dapat meningkatkan kerja enzim. Enzim akan berhenti bekerja apabila telah mencapai masa jenuhnya. Masa jenuh ini terjadi apabila enzim telah berikatan dengan substrat. pada tabel hasil percobaan waktu terhadap kadar menunjukan dari waktu 0 menit sampai 60 menit terjadi peningkatan kerja enzim. Pada waktu 0 menit, tumbukan partikel baru dimulai sehingga frekuensi tumbukan masih berkurang namun seiiring bertambahnya waktu tumbukan akan semakin kuat karena adanya gerakan zigzag atau dalam istilah koloid gerak brown yang terjadi pada partikel. Gsemakin besar frekuensi tumbukan yang terjadi memperbesar laju reaksi enzim.

 

 

G.      KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, waktu inkubasi dan konsentrasi substrat. Untuk menguji aktivitas enzim dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi DNS.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Almeida. P.D.V.D., Gregio. AMT., Macahado. M.A.N., Soares de lima. A.A., Luciana.R.A. 2008. Saliva Compesition and Function : A comprehensive Review. Journal of Comtemporary Dental Practice. Vol.9. No.3.

 

Anonim, 2011, Enzim, http://id.shvoong.com/exact-sciences/biochemistry/2200855-jenis-jenis-enzim/#ixzz1gXpopTUI, diakses pada tanggal 29 November 2012.

 

 

Murray, R.K., Daryl K.G., Victor W.R., 2009, Biokimia Harper Edisi 27, EGC, Jakarta.

Poedjadi, A., F.M Titin.S., 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

 

Rahmansyah. M., I Made. S. 2003. Optimasi Analisis Amilase dan Glukanase Yang Diekstrak Dari Miselium Pleutotus ostrerotus Dengan Asam 3,5 Dinitrosalisilat. Jurnal Penelitian. Vol.9. No.7.

 

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

 

Sukandar.U., Achmad. AS., Lindawati., Yadi.T. 2011. Sakarifikasi Pati Ubi Kayu Menggunakan Amilase Aspergilus Niger ITB CCL74. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. Vol. 10 No. 1.

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

I.1  LATAR BELAKANG

Rabun ayam (nyctalopia) atau lebih dikenal dengan rabun senja adalah sebuah penyakit mata yang disebabkan oleh kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya, yang menyebabkan penderitanya kesulitan melihat jika kekurangan sumber cahaya. Rabun ayam ini bisa menjadi suatu hal yang paling buruk dalam kehidupan manusia, selain kekurangan daya penglihatan pada suasana gelap, hal ini juga dapat mengurangi kualitas hidup penderitanya. Karena pada hakikatnya manusia harus tetap melakukan aktivitas walaupun pada malam hari. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A.

Kekurangan vitamin A disebabkan oleh rendahnya asupan buah dan sayuran yang mengandung beta-karoten, seperti wortel, mangga, bayam, ubi jalar, yang diubah tubuh menjadi vitamin A. Selain itu, vitamin A juga dapat ditemukan pada hewan seperti pada daging ayam, ginjal domba, daging bebek, hati ayam, hati sapi, ikan, dan telur. Kekurangan vitamin A ini, dapat di cegah dengan mengonsumsi vitamin A, namun mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dengan waktu yang tidak kostan saja tidak cukup, karena pada tumbuhan dan juga sumber vitamin A yang lainnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh. Sehingga dianjurkan untuk mengonsumsi sumber-sumber vitamin A secara sering, agar dapat menyeimbangi kebutuhan tubuh.

Wortel merupakan salah satu buah yang banyak digunakan sebagai sumber vitamin A. Kandungan beta karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A pada wortel ini dapat mencegah kekurangan asupan vitamin A pada mata. Selain wortel, sayuran hijau juga banyak digunakan sebagai sumber vitamin. sayur- sayuran yang digunakan sebagai sumber vitamin ini telah banyak diketahui, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa kelor atau yang dikenal dengan nama latin Moringa oleifera juga dapat dimasukan sebagai sumber vitamin A yang bagus untuk kesehatan mata. Tumbuhan ini banyak tumbuh liar pada daerah-daerah dengan intensitas curah hujan sedang atau tropis. Pengetahuan masyarakat mengenai manfaat kelor terbatas pada fosfor nya saja.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

  1. Bagaimana susunan klasifikasi dan morfologi tumbuhan kelor & wortel?
  2. Apa saja Kandungan kimia dalam kelor& wortel serta kandungan yang sama pada masing-masing tumbuhan?
  3. Apa penyakit rabun senja itu?
  4. Apa penyebab rabun senja ?
  5. Bagaimana vitamin A mengobati rabun senja?
  6. Bagaimana mengelola wortel dan kelor secara tradisional untuk konsumsi vitamin A sehari-hari?

1.3 TUJUAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

  1. Dapat menjelaskan susunan klasifikasi dan morfologi kelor & wortel
  2. Dapat menjabarkan kandungan kimia dalam wortel & kelor, serta kesamaan kandungan pada ketiga tumbuhan.
  3. Dapat menjelaskan penyakit rabun senja.
  4. Dapat menjelaskan penyebab rabun senja
  5. Dapat menjelaskan proses vitamin A dalam mengobati rabun senja.
  6. Dapat memberikan cara pengolahan wortel dan kelor secara tradisional untuk konsumsi vitamin A sehari-hari.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Susunan Klasifikasi & Morfologi

Wortel
Daucus carota L.

 

Asal :

Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman wortel berasal dari Timur Dekat dan Asia Tengah. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu.

Ekologi :

Wortel umumnya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian antara 1000-1200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Meskipun demikian wortel dapat pula ditanam di dataran medium yang ketinggiannya lebih dari 500 mdpl, namun produksidan kualitasnya kurang memuaskan. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh yang suhu udaranya dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi yang optimal membutuhkan suhu udara antara 15,6° – 21,1°C. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5 untuk hasil optimal diperlukan pH 6,0-6,8.

Klasifikasi :

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Apiales
Famili: Apiaceae
Genus: Daucus
Spesies: Daucus carota L.

Morfologi :

 

1)      Daun

Daun wortel bersifat majemuk menyirip ganda dua atau tiga, anak-anak daun berbentuk lanset (garis-garis). Setiap tanaman memiliki 5-7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis.

2)      Batang.

Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak nampak, batang bulat, tidakberkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1-1,5 cm). Pada umumnya batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi oleh tangkaidaun yang berukuran panjang, sehingga kelihatan seperti bercabang.

3)      Akar.

Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Dalam pertumbuhannya akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan panjang sampai 30 cm, tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai “Umbi Wortel”.

4)      Bunga.

Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk payung berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum-kuntum bunga terletak pada bidang yang sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji-biji yang berukuran kecil dan berbulu.

5)      Umbi.

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim, berbentuk semak yang dapat tumbuh sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun kemarau. Batangnya pendek dan berakar tunggang yang fungsinya berubah menjadi bulat dan memanjang. Warna umbi kuning kemerah-merahan, mempunyai karoten A yang sangat tinggi, Umbi wortel juga mengandung vitamin B, Vitamin c dan mineral.

Pada awalnya hanya dikenal beberapa varietas wortel, namun dengan berkembangnya peradaban manusia dan teknologi, saat ini telah ditemukan varietas-varietas baru yang lebih unggul daripada generasi-generasi sebelumnya. Varietas-varietas wortel terbagi menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe Imperator, Chantenay, dan Nantes.

  • Tipe Imperator memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing (menyerupai kerucut), panjang umbi 20-30 cm, dan rasa yang kurang manis sehingga kurang disukai oleh konsumen.
  • Tipe Chantenay memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul, panjang antara 15-20 cm, dan rasa yang manis sehingga disukai oleh konsumen.
  • Tipe Nantes memiliki umbi berbentuk peralihan antara tipe Imperator dan tipe Chantenay, yaitu bulat pendek dengan ukuran panjang 5-6 cm atau berbentuk bulat agak panjang dengan ukuran panjang 10-15 cm.

Dari ketiga kelompok tersebut, varietas yang termasuk ke dalam kelompok chantenay yang dapat memberikan hasil (produksi) paling baik, sehingga paling banyak dikembangkan.

Kandungan Zat Aktif :

Tabel Nilai Kandungan gizi Wortel per 100 g

Kandungan zat gizi Jumlah
Energi 41 kkal
Karbohidrat 9 gr
Gula 5 gr
Niacin (Vit. B3) 1,2 mg (8%)
Vitamin B6 0,1 mg (8%)
Folat (Vit. B9) 19 mg (5%)
Diet serat 3 g
Lemak 0,2 g
Vitamin C 7 mg (12%)
Kalsium 33 mg (3%)
Protein 1 g
Vitamin A 835 mg (93%)
Besi 0,66 mg (5%)
Magnesium 18 mg (5%)
Beta-karoten 8285 mg (77%)
Fosfor 35 mg (5%)
Thiamine (Vit. B1) 0,04 mg (3%)
Kalium 240 mg (5%)
Riboflavin (Vit. B2) 0,05 mg (3%)
Sodium 2,4 mg (0%)


Kelor
Moringa oleifera Lam

Klasifikasi :
Kingdom         :           Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    :           Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    :           Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               :           Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               :           Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        :           Dilleniidae
Ordo                :           Capparales
Famili              :          
Moringaceae
Genus              :          
Moringa
Spesies            :           Moringa oleifera Lam

 

Morfologi :

1)  Akar (radix)

Akar tunggang, berwarna putih. Kulit akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah. Akar tunggang berwarna putih, membesar seperti lobak.

Biji yang ditanam akan mengembang menjadi bonggol, membengkak, akar tunggang berwarna putih dan memiliki bau tajam yang khas. Pohon tumbuh dari biji akan memiliki perakaran yang dalam, membentuk akar tunggang yang lebar dan serabut yang tebal. Akar tunggang tidak terbentuk pada pohon yang diperbanyak dengan stek.

2)  Batang (caulis)

Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 7 – 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk jenis batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah bulat (teres) dan permukaannya kasar.Arah tumbuhnya lurus ke atas atau biasa yang disebut dengan tegak lurus (erectus). Percabangan pada batangnya merupakan cara percabangan simpodial dimana batang pokok sukar ditentukan, karena dalam perkembangan selanjutnya mungkin lalu menghentikan pertumbuhannya atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuhannya dibandingkan cabangnya. Arah percabangannya tegak (fastigiatus) karena sudut antara batang dan cabang amat kecil, sehingga arah tumbuh cabang hanya pada pangkalnya saja sedikit lebih serong ke atas, tetapi selanjutnya hampir sejajar dengan batang pokoknya.

3)  Daun (folium)

Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda – setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 2 cm, lebar 1 – 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus.

Merupakan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja. Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya berbentuk bulat atau bundar (orbicularis), pangkal daunnya tidak bertoreh dan termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur.

 Ujung dan pangkal daunnya membulat (rotundatus) diamana ujungnya tumpul dan tidak membentuk sudut sama sekali, hingga ujung daun merupakan semacam suatu busur.

Susunan tulang daunnya menyirip (penninervis), dimana daun kelor mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Selain itu, dari ibu tulang itu ke arah samping keluar tulang–tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip – sirip pada ikan. Kelor mempunyai tepi daun yang rata (integer) dan helaian daunnya tipis dan lunak. Berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan, permukaannya licin(laevis) dan berselaput lilin (pruinosus). Merupakan daun majemuk  menyirip gasal rangkap tiga tidak sempurna.

4)  Bunga

Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas.  Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan terkumpul dalam pucuk lembaga di bagian ketiak dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Malai terkulai 10 – 15 cm, memiliki 5 kelopak yang mengelilingi 5 benang sari dan 5 staminodia. Bunga Kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.

5)  Buah atau Polong

Kelor berbuah setelah berumur 12 – 18 bulan. Buah atau polong Kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) dengan panjang 20 – 60 cm, ketika muda berwarna hijau – setelah tua menjadi cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering. Ketika kering polong membuka menjadi 3 bagian. Dalam setiap polong rata-rata berisi antara 12 dan 35 biji.

6)  Biji

Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan.  Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah.  Setiap pohon dapat menghasilkan antara 15.000 dan 25.000 biji/tahun. Berat rata-rata per biji adalah 0,3 g.

Ekologi :

Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tumbuhan yang umumnya dapat hidup dengan baik di daerah tropis dengan kadar ph yang rendah dimana memiliki suasan asam yaitu ph kurang dari 3. Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian ± 1000 m dpl.

 

Kandungan Zat Aktif :

Daun Kelor Segar

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kelor mempunyai kandungan asam amino dan vitamin yang lengkap serta kandungan mineral yang tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar (lalapan),  setara dengan; 4x vitamin A yang dikandung wortel,  7x vitamin C yang terkandung pada jeruk, 4x mineral Calsium dari susu, 3x mineral Potassium pada pisang, 3/4x zat besi pada bayam, dan 2x protein dari yogurt. 

Daun Kelor Kering

Apabila daun kelor dikeringkan (di dalam ruangan) dan ditumbuk, maka nutrisinya dapat meningkat berkali-kali lipat, kecuali kandungan vitamin C-nya. Adapun perbandingan kandungan gizi daun kelor segar dengan yang dikeringkan adalah sebagai berikut :

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A.    Vitamin

Vitamin A (Alpha & Beta-carotene), B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, folat (asam folat), Biotin.

B.     Mineral

Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan, Magnesium, Molybdenum, Fosfor, Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur, Zinc.

C.    Asam Amino Esensial

Isoleusin, Leusin, Lisin, Metionin, Fenilalanin, Treonin, Triptofan, Valin.

 

D.    Asam Amino Non-Esensial

Alanin, Arginine, asam aspartat, sistin, Glutamin, Glycine, Histidine, Proline, Serine, Tyrosine.

E.     Anti-inflammatory

Vitamin A, Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin C, Vitamin E, Arginine, Beta-sitosterol, Caffeoylquinic Acid, Calcium, Chlorophyll, Copper, Cystine, Omega 3, Omega 6, Omega 9, Fiber, Glutathione, Histidine, Indole Acetic Acid, Indoleacetonitrile, Isoleucine, Kaempferal, Leucine, Magnesium, Oleic-Acid, Phenylalanine, Potassium, Quercetin, Rutin, Selenium, Stigmasterol, Sulfur, Tryptophan, Tyrosine, Zeatin, Zinc.

 

Kesamaan Zat Aktif :

Baik pada wortel dan juga kelor, sama-sama memiliki ; vitamin A,  B1, B2, B3, C, kalsium, magnesium dan fosfor. Namun pada makalah ini yang dititik beratkan pada kandungan vitamin A pada kedua jenis tumbuhan ini.

 


A.  Rabun Senja.

1.      Pengertian

     Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. 

2.      Penyebab

Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A.

3.      Terjadinya Rabun Senja

 Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsinatau visual puple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi konversi rodopsin menjadi visual yellow dan kemudian visual white. Pada konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A.

Sementara regenerasi visual purple hanya akan terjadi bila tersedia vitamin A. Tanpa regenerasi, maka penglihatan pada cahaya remang setelah mata menerima cahaya akan terganggu. Jika terjadi kekurangan vitamin A, maka gejala awal adalah terjadinya rabun senja. Artinya, mata akan mengalami gangguan ketika berpindah dari tempat banyak cahaya ke tempat gelap.

Itulah yang membuat rabun senja hanya terjadi ketika matahari mulai terbenam. Sesuai dengan namanya, penyakit ini tidak bisa dikoreksi dengan kacamata dan terjadi jika sel-sel saraf pembeda terang-gelap di retina mata terganggu.

 

 

 

4.      Penyembuhan .

Untuk pencegahan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A setiap harinya. Untuk pengobatan, dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin A, namun  untuk rabun senja dengan defisiensi yang lebih sulit untuk diobati. Untuk defisiensi yang lebih diberikan vitamin A secara injeksi sebanyak 100.000 unit untuk satu kali pemberian.

B.     Bagaimana Vitamin A mengobati penyakit Rabun ayam.

Vitamin A pada makanan awalnya berada dalam bentuk retinol ester dan sebelum diserap dalam pencernaan diubah menjadi retinol. Dari mukosa sel retinol tersebut diesterfikasi[1] kembali, kemudian diangkut oleh khilomikron,[2] dibawa ke hati untuk disimpan.

 Bentuk aktif vitamin A sebagian berupa asam retinoat yang akan berperan dalam ekspresi gen. Di retina mata, retinol ini diubah menjadi 11 cis retinal-dehida yang mampu berkonyugasi dengan opsin membentuk rhodopsin yang berperan dalam proses penglihatan. Maka, mata memang sangat membutuhkan kehadiran vitamin A.

C.    Pengolahan wortel & kelor tradisional untuk mengobati rabun senja.

Kelor :Tiga tangkai daun kelor ditumbuk halus, seduh dengan 1 cangkir air masak dan disaring, campurkan dengan madu dan aduk sampai merata, minum sebelum tidur. Selain itu kelor pula dapat di makan sebagai lalapan dan juga dijadikan sayur mayur pendamping nasi.

Wortel : dapat dimakan langsung atau di jus, kandungan vitamin nya tetap. Selain itu dapat diolah menjadi sayur.


D.    Penyebab Kandungan Kelor dan Wortel sama :

Bila ditilik kembali kesamaan kandungan kimia dari kedua tumbuhan ini yaitu terletak pada kandungan vitamin nya. Penyebab terdapat kesamaan zat aktif (vitamin A) pada wortel dan kelor, yaitu karena metabolik primer tumbuhan. Metabolik primer adalah unsur esensial yang digunakan untuk pertumbuhan. Metabolik primer menghasilkan produk anabolik dan produk katabolik. Vitamin merupakan produk anabolik. Metaabolik primer terdapat disemua tumbuhan sebagai kandungan dasar yang bila tidak ada dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan. Berhubung dengan hal ini, vitamin A yang terdapat pada kelor dan wortel merupakan contoh dari metabolik primer yang terdapat pada tumbuhan.


BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil :

1.      Pada susunan taksonomi, kelor dan wortel berada pada divisi, super divisi dan kelas yang sama, yaitu untuk divisi magnoliophyta (tumbuhan berbunga), super divisi spermatophyta (menghasilkan biji), dan kelas magnoliopsida (berkeping dua).

2.      Kesamaan morfologi wortel dna juga kelor yaitu terletak pada daun, dimana sama-sama berdaun majemuk, dan tulang daun menyirip.

3.      Rabun senja yaitu penyakit ketidak mampuan mata untuk melihat pada saat cahaya minim.

4.      Rabun senja di sebabkan oleh banyak faktor tetapi yang paling sering terjadi karena kekurangan vitamin A.

5.      Wortel dapat dibikin dalam bentuk jus atau dijadikan sebagai lalapan, sedangkan kelor dapat diserbuk dan diseduh layaknya teh


DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Ahlul. 2011. http://world-of-green-plants.blogspot.com/2011/08/kelor-pucuk-sampai-akar-manjur.html

 

Kang Budi Kelor. 2009. http://kelorina.com/blog/tak-kenal-maka-tak-sayang/.

http://kelorina.com/manfaat/

http://kelorina.com/nutrisi/

Keliat, S. D. 2008. Analisis Sistem Pemasaran Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Manalu, H. 2007. Analisis Finansial Usaha Tani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Pohan, R. A. 2008. Analisis Usaha Tani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ridhilmila. 2012. http://myidea-ridhilmila.blogspot.com/2012/02/wortel.html.

Rini, D. K. 2010. Respon Penawaran Wortel (Daucus carota) Di Kabupaten Boyolali. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Simbolon JM, Sitorus M, Katharina N. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Wakhid, Nur. 2012. http://papaji.forumotion.com/t11133-kelor-tumbuhan-ajaib


[1]Diesterifikasi adalah proses perubahan kembali dalam bentuk ester.

[2] kilomikron adalah suatu zat yang memiliki fungsi membawa energi dalam bentuk lemak ke otot.

 

A.    Vitamin

Vitamin A (Alpha & Beta-carotene), B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, folat (asam folat), Biotin.

B.     Mineral

Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan, Magnesium, Molybdenum, Fosfor, Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur, Zinc.

C.    Asam Amino Esensial

Isoleusin, Leusin, Lisin, Metionin, Fenilalanin, Treonin, Triptofan, Valin.

 

D.    Asam Amino Non-Esensial

Alanin, Arginine, asam aspartat, sistin, Glutamin, Glycine, Histidine, Proline, Serine, Tyrosine.

E.     Anti-inflammatory

Vitamin A, Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin C, Vitamin E, Arginine, Beta-sitosterol, Caffeoylquinic Acid, Calcium, Chlorophyll, Copper, Cystine, Omega 3, Omega 6, Omega 9, Fiber, Glutathione, Histidine, Indole Acetic Acid, Indoleacetonitrile, Isoleucine, Kaempferal, Leucine, Magnesium, Oleic-Acid, Phenylalanine, Potassium, Quercetin, Rutin, Selenium, Stigmasterol, Sulfur, Tryptophan, Tyrosine, Zeatin, Zinc.

 

Kesamaan Zat Aktif :

Baik pada wortel dan juga kelor, sama-sama memiliki ; vitamin A,  B1, B2, B3, C, kalsium, magnesium dan fosfor. Namun pada makalah ini yang dititik beratkan pada kandungan vitamin A pada kedua jenis tumbuhan ini.

 


A.  Rabun Senja.

1.      Pengertian

     Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. 

2.      Penyebab

Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A.

3.      Terjadinya Rabun Senja

 Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsinatau visual puple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi konversi rodopsin menjadi visual yellow dan kemudian visual white. Pada konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A.

Sementara regenerasi visual purple hanya akan terjadi bila tersedia vitamin A. Tanpa regenerasi, maka penglihatan pada cahaya remang setelah mata menerima cahaya akan terganggu. Jika terjadi kekurangan vitamin A, maka gejala awal adalah terjadinya rabun senja. Artinya, mata akan mengalami gangguan ketika berpindah dari tempat banyak cahaya ke tempat gelap.

Itulah yang membuat rabun senja hanya terjadi ketika matahari mulai terbenam. Sesuai dengan namanya, penyakit ini tidak bisa dikoreksi dengan kacamata dan terjadi jika sel-sel saraf pembeda terang-gelap di retina mata terganggu.

 

 

 

4.      Penyembuhan .

Untuk pencegahan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A setiap harinya. Untuk pengobatan, dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin A, namun  untuk rabun senja dengan defisiensi yang lebih sulit untuk diobati. Untuk defisiensi yang lebih diberikan vitamin A secara injeksi sebanyak 100.000 unit untuk satu kali pemberian.

B.     Bagaimana Vitamin A mengobati penyakit Rabun ayam.

Vitamin A pada makanan awalnya berada dalam bentuk retinol ester dan sebelum diserap dalam pencernaan diubah menjadi retinol. Dari mukosa sel retinol tersebut diesterfikasi[1] kembali, kemudian diangkut oleh khilomikron,[2] dibawa ke hati untuk disimpan.

 Bentuk aktif vitamin A sebagian berupa asam retinoat yang akan berperan dalam ekspresi gen. Di retina mata, retinol ini diubah menjadi 11 cis retinal-dehida yang mampu berkonyugasi dengan opsin membentuk rhodopsin yang berperan dalam proses penglihatan. Maka, mata memang sangat membutuhkan kehadiran vitamin A.

C.    Pengolahan wortel & kelor tradisional untuk mengobati rabun senja.

Kelor :Tiga tangkai daun kelor ditumbuk halus, seduh dengan 1 cangkir air masak dan disaring, campurkan dengan madu dan aduk sampai merata, minum sebelum tidur. Selain itu kelor pula dapat di makan sebagai lalapan dan juga dijadikan sayur mayur pendamping nasi.

Wortel : dapat dimakan langsung atau di jus, kandungan vitamin nya tetap. Selain itu dapat diolah menjadi sayur.


D.    Penyebab Kandungan Kelor dan Wortel sama :

Bila ditilik kembali kesamaan kandungan kimia dari kedua tumbuhan ini yaitu terletak pada kandungan vitamin nya. Penyebab terdapat kesamaan zat aktif (vitamin A) pada wortel dan kelor, yaitu karena metabolik primer tumbuhan. Metabolik primer adalah unsur esensial yang digunakan untuk pertumbuhan. Metabolik primer menghasilkan produk anabolik dan produk katabolik. Vitamin merupakan produk anabolik. Metaabolik primer terdapat disemua tumbuhan sebagai kandungan dasar yang bila tidak ada dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan. Berhubung dengan hal ini, vitamin A yang terdapat pada kelor dan wortel merupakan contoh dari metabolik primer yang terdapat pada tumbuhan.


BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil :

1.      Pada susunan taksonomi, kelor dan wortel berada pada divisi, super divisi dan kelas yang sama, yaitu untuk divisi magnoliophyta (tumbuhan berbunga), super divisi spermatophyta (menghasilkan biji), dan kelas magnoliopsida (berkeping dua).

2.      Kesamaan morfologi wortel dna juga kelor yaitu terletak pada daun, dimana sama-sama berdaun majemuk, dan tulang daun menyirip.

3.      Rabun senja yaitu penyakit ketidak mampuan mata untuk melihat pada saat cahaya minim.

4.      Rabun senja di sebabkan oleh banyak faktor tetapi yang paling sering terjadi karena kekurangan vitamin A.

5.      Wortel dapat dibikin dalam bentuk jus atau dijadikan sebagai lalapan, sedangkan kelor dapat diserbuk dan diseduh layaknya teh


DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Ahlul. 2011. http://world-of-green-plants.blogspot.com/2011/08/kelor-pucuk-sampai-akar-manjur.html

 

Kang Budi Kelor. 2009. http://kelorina.com/blog/tak-kenal-maka-tak-sayang/.

http://kelorina.com/manfaat/

http://kelorina.com/nutrisi/

Keliat, S. D. 2008. Analisis Sistem Pemasaran Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Manalu, H. 2007. Analisis Finansial Usaha Tani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Pohan, R. A. 2008. Analisis Usaha Tani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ridhilmila. 2012. http://myidea-ridhilmila.blogspot.com/2012/02/wortel.html.

Rini, D. K. 2010. Respon Penawaran Wortel (Daucus carota) Di Kabupaten Boyolali. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Simbolon JM, Sitorus M, Katharina N. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Wakhid, Nur. 2012. http://papaji.forumotion.com/t11133-kelor-tumbuhan-ajaib


[1]Diesterifikasi adalah proses perubahan kembali dalam bentuk ester.

[2] kilomikron adalah suatu zat yang memiliki fungsi membawa energi dalam bentuk lemak ke otot.

FARMAKOLOGI

FARMASI UNHALU 2012

KEDUDUKAN FARMAKOLOGI DIATARA ILMU FARMASI DAN KEDOKTERAN

Farmakologi dalam istilah luas merupakan ilmu yang mempelajari tentang obat, yaitu bagaimana pengaruh senyawa obat terhadap sel hidup khususnya reseptor. Dalam ilmu farmakologi dikenal farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakoodinamik lebih ke bagaimana obat terhadap tubuh, sedangkan farmakokinetik bagaimana tubuh terhadap obat. Dari kedua pembagian studi farmakologi ini, dibutuhkan pengetahuan mengenai fisiologi tubuh, biokimia, patogenensis penyakit yang diperoleh dari studi kedokteran, selain itu juga diperlukan pengetahuan mengenai obat meliputi cara membuat, memformulasikan, menyimpan dan menyediakan obat yang dibahas dalam studi farmasi.

Farmakologi juga berpengaruh penting pada studi kedokteran dan farmasi, dimana tanpa pengetahuan farmakologi, seorang dokter hanya akan membahayakan pasiennya, dimana hanya dengan penggunaan sesuai dosislah obat dapat bersifat memberi efek terapeutik, dan dengan pengetahuan efek samping pada farmakologi seorang dokter dapat mengenal tanda dan gejala yang disebabkan obat. Sedangkan dalam studi farmasi, ilmu farmakologi digunakan untuk mengenali tanaman dan bahan-bahan lain yang berpotensi menjadi obat bila digunakan ketika hendak menemukan obat-obat baru. Dimana pada tanaman yang mengandung suatu zat kimia akan dikaji kesesuainya pada reseptor-reseptor tubuh pada suatu penyakit, apakah dapat menyembuhkan atau memberikan efek toksik.

PENGGOLONGAN OBAT MENURUT UU

Menurut Undang-Undang, obat digolongkan menjadi ;

  1. Obat bebas
  2. Obat bebas terbatas
  3. Obat keras
  4. Psikotropika
  5. Narkotika
  6. Obat wajib apotek

–          OBAT BEBAS

Perngertian :

Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau. Dalam kemasan obat disertakan brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping ,nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik, serta cara penyimpanannya. penandaan akan berubah pada produk obat bebas terbatas.

Contoh :

Paracetamol, Aspirin, Promethazine, Guafenesin, Bromhexin HCL, Chlorpheniramine maleate (CTM), Dextromethorphan, Zn Sulfate, Proliver, Tripid, Gasflat, Librozym (penyebutan merk dagang, karena obat tersebut dalam kombinasi)


–          OBAT BEBAS TERBATAS

Pengertian :

Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus aslinya dari produsen atau pabrik obat itu, kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberi tanda peringatan.

Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas :

P. NO.1  Awas ! Obat Keras   Bacalah aturan memakainya.Contoh :

a)       Tablet CTM                   :           Anti Histamin

b)       Kapsul Vitamin E          :           Anti Sterilitas

c)       Tablet Antimo                :           Anti muntah dalam perjalanan

d)      Tablet Emetinum           :           Anti disentri

e)       Tablet Santonim             :           Obat cacing

P. NO. 2  Awas ! Obat Keras  Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh :

a)      Gargarisma kan              :           obat kumur

b)      Listerin                           :           obat kumur

c)      Oral – B                         :           obat kumur

d)      Betadin gargle              :           obat kumur

e)       Abotil                            :           obat sariawan

P. NO. 3  Awas ! Obat Keras  Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh :

a)      Salep Sulfonamidum     :           Anti bakteri lokal

b)      Liquor Burowi               :           Obat kompres

c)      Tinctura Iodii                 :           Antiseptik

d)     Larutan Mercurochrom  :           Antiseptik Lokal

e)      Alphadine                      :           Untuk antiseptic dan disinvektan

f)       Biosepton                       :           Untuk kompres luka terbuka dari ringan sampai berat, mencegah infeksi, dan menyembuhkan luka khitan, cairan pencuci pada inveksi trichomonasiasi dan infeksi lain pada vagina

g)      Spitaderm                      :          Untuk disinfeksi, hygiene, dan pembedahan pada tangan dan kulit sebelum operasi, sebelum injeksi dan faksinasi, sebelum pengambilan darah, dan ketika mengganti pembalut.

P. NO. 4   Awas ! Obat Keras  Hanya untuk dibakar. Contoh :

a)      Molexdine            :           Untuk sterilisasi kulit dan selaput lender     antiseptic sebelum dan sesudah oprasi infeksi kulit oleh jamur virus, protozoa, luka bakar, khitanan, perawatan tali pusar dan kompres luka

b)     Neoidoine                        :           Untuk luka bakar, luka bernanah, antiseptic pra dan pasca bedah, infeksii kulit karena jamur, kandidiasis, moniliasis, dan vaginitis.

c)      Rokok Asthma     :           obat asthma

d)     Decoderm                        :           Unuk eksim, dermatitis, alergi kontak gigitan serangga, luka bakar karena sinar matahari, psoriasis vulgaris.

e)

P. NO. 5   Awas ! Obat Keras  Tidak boleh ditelan. Contoh :

a)      Bufacetin             :           Untuk infeksi kulit yang disebapkan bakteri gram positif dan negative khususnya yang sensitive terhadap kloramfenikol.

b)      AZA                                 :           Untuk pengobatan aknevulgaris ringan sampai dengan sedang

c)      Lysol                                :           Antiseptik

d)     Ovula Sulfanilamidun      :           Anti infeksi di vagina

e)      Suppositoria dulcolax      :           laksan

P. NO. 6   Awas ! Obat Keras  obat wasir ,jangan ditelan. Contoh :

a)      Laxarec                :           Untuk mengatasi kesulitan buang air besar

b)      Ambeven              :           Untuk pengobatan wasir interna dan eksterna dengan gejala nyeri, bengkak, dan pendarahan

c)      Tefaron

d)      Tramal suppositoria

e)       Encare

f)       Proris

g)      Glycerini leciva


–          OBAT KERAS

Pengertian :

Semua obat yang :

  1. Memiliki takaran/dosis maksimum (DM) atau yang tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah
  2. Diberi tanda khusus lingkaran bulat warna merah dengan garis tepi hitam dan huruf “K” yang menyentuk garis tepinya.
  3. Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (DepKes RI) tidak membahayakan
  4. Semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena.

Contoh :

Loratadine, Pseudoefedrin, Bromhexin HCL, Alprazolam, Clobazam, Chlordiazepokside, Amitriptyline, Lorazepam, Nitrazepam, Midazolam, Estrazolam, Fluoxetine, Sertraline HCL, Carbamazepin, Haloperidol, phenytoin, Levodopa, Benzeraside, Ibuprofen, Ketoprofen dll.


–            OBAT PSIKOTROPIKA

Pengertian :

Merupakan obat yang mempengaruhi proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang. Menurut UU No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika pasal 2 ayat (2), psikotropika digolongkan menjadi :

a)      Psikotropika golongan I : psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan.  Contohnya antara lain : lisergida (LSD/extasy), MDMA (Metilen Dioksi Meth Amfetamin), meskalina, psilosibina, katinona.

b)      Psikotropika golongan II : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain : amfetamin, metamfetamin (sabu-sabu), metakualon, sekobarbital, fenmetrazin.

c)         Psikotropika golongan III : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang, mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain  penthobarbital, amobarbital, siklobarbital, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital, Cathine / norpseudo-ephedrine, Cyclobarbital.

d)     Psikotropika golongan IV : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakbatkan sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain : diazepam (frisium), allobarbital, barbital. bromazepam, klobazam, klordiazepoksida, meprobamat, nitrazepam, triazolam, alprazolam.

–          OBAT NARKOTIK

Pengertian:

Merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter. Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Narkotik dibagi menjadi :

a)      Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. tidak digunakan untuk terapi. Contoh : heroin, kokain, Canabis sp. (ganja), morfin, dan opium.

b)      Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh : morfin, petidin, metadon, benzetidin, dan betametadol.

c)      Gol III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh : kodein dan turunannya, etil morfin, asetihidrokode.

–          Obat Wajib Apotek (OWA)

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter, tetapi harus diserahkan langsung oleh seorang Apoteker kepada pasien disertai informasi lengkap tentang penggunaan obat.

5 contoh obat bebas apotik yaitu

  1. Famotidin
  2. Ranitidin
  3. Asam Fusidat,
  4. Asam Azeleat
  5. Allopurinol
  6.  Diklofenak Na tab


EFEK FARMAKODINAMIK DAN EFEK FARMAKOKINETIK

EFEK FARMAKOKINETIK

Efek farmakokinetik meliputi efek tubuh terhadap obat. Terdapat 4 fase yang obat alami dalam tubuh, yaitu ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi).

  1. Absorpsi.

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Tempat absorbsi utama yaitu di usus halus. Pada membran sel epitel usus halus sama dengan membran sel lainnya yaitu terdiri atas lipid bilayer. Dikatakan obat telah mengalami proses absopsi apabila zat aktif telah melewati lipid bilayer membran sel epitel dan sel endotel kapiler usus halus dengan difusi pasif. Hanya obat-obat yang bersifat larut dalam lemak saja yang dapat terabsorpsi cepat. Lalu untuk obat-obat yang tidak memiliki kemampuan untuk melarut baik pada lipid, akan dibutuhkan transporter membran. Transporter membran ini yang akan membantu molekul obat untuk melewati membran untuk diabsorpsi dari saluran cerna maupun di rearbsorpsi dari lumen tubulus ginjal. Transporter ini berupa P-lipoprotein, dimana protein yang terikat pada lipid ini dapat mengikat molekul polar dan non polar lipid sehingga obat dapat terasorpsi.

Absorpsi dipengaruhi oleh; rute penggunaan obat, kelarutan obat, kemampuan difusi melintasi sel membran, konsentrasi obat, sirkulasi pada letak absorpsi, luas permukaan kontak obat, dan bentuk obat. Rute penggunaan obat secara oral akan mengalami absorpsi lama dibandingkan penggunaan obat dengan rute sublingual. Pada sublingual obat akan langsung mausk ke darah sistemik yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah pada bawah lidah sehingga zat aktif obat akan langsung mengalami distribusi mellaui vena kava superior dan tidka mengalami metabolisme pertama di hati.

Seluruh membran dalam tubuh manusia terdiri dari lipid bilayer, maka obat-obat dengan tingkat kelarutan baik dengan lipid dapat mengalami absorpsi yang cepat. Kemampuan difusi melintasi sel membran masih berkaitan dengan kemampuan melewati lapisan lipid bilayer membran. Difusi merupakan perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dengan melewati membran. Apabila konsentrasi obat melebih konsentrasi didalam membran, maka akan terjadi transpor aktif dengan energi lebih untuk melakukan absorpsi.

  1. Distribusi.

Setelah mengalami proses absorbsi di usus halus, obat akan masuk kepembuluh darah mesentrik. Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan dan dibawa keseluruh tubuh. Distribusi obat dilakukan didalam susunan syaraf pusat. Dijaringan , obat yang larut air akan berada di luar sel sedangkn obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel, tetapi karena perbedaan pH didalam sel (pH =7) dan diluar sel (pH = 7,5) maka obat-obat asam lebih banyak diluar sel dan obat-obat basa lebih banyak didalam sel.

  1. Metabolisme.

Metabolisme obat terutama di hati, yakni di mikrosom dan di sitosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon. Tujuan metanolisme obat adalah mengubah obat yang non polar menjadi polar agar dapat diekresikan mellaui ginjal atau empedu.

Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif., dan dibutuhkan enzim pada proses ini. Obat dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil, gugus amino, karboksil, sulfihidril, dsb untuk dapat bereaksi dengan substrat endogen pada reaksi fase II. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konyugasi dengan substrat endogen : asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat atau asam amino, dan hasilnya menjadi sangat polar dengan demikian hampir selalu tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I dan diikuti reaksi fase II. Obat yang sudah mempunyai gugus hidroksil, gugus amino, karboksil, sulfihidril, dsb dapat langsung melakukan reaksi fase II tanpa harus melakukan fase I.

  1. Eksresi.

Organ terpenting untuk eksresi obat adalah ginjal. Obat dieksresikan melalui ginjal dalam bentuk utuh atau dalam bentuk metabolitnya. Ekresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi pasif disepanjang tubulus.  Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat. Semua obat akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap tinggal dalam darah.

Sekresi aktif dari dalam darah ke tubulus proksimal melalui transporter membran glikoprotein yang terdapat di membran sel epitel. Reabsorpsi pasif terjadi disepanjang tubulus untuk membentuk noinon obat yang larut lemak. Ditubulus distal juga terdapat protein transporter yang berfungsi untuk reabsorpsi aktif fari lumen tubulus kembali ke dalam darah (untuk obat-obat dan sat-sat endogen tertentu). Obat yang telah mengalami filtrasi ini akan dikeluarkan dari tubuh melalui air seni.

Eksresi mellaui empedu ke dalam usus dna kemudian keluar bersa,a feses. Obat dan metabolit yang larut lemak dapat diresorpsi kembali ke dalam tubuh dari lumen usus. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestitetik umu. Eksresi melalui ASI meskipun sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. Yang diekskresikan melalui ASI kebanyakan obat-obat yang bersifat basa dan sedikit yang bersifat asam.

Eksresi saliva yaitu kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk diperoleh darah. Eksresi di rambut dan kulit biasanya untuk keperluan forensik.

EFEK FARMAKODINAMIK.

Efek farmakodimaik meliputi efek obat terhadap tubuh dengan melibatkan reseptor. Fase farmakodinamik merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara obat dan tempat aksinya dalam sistem biologis. Potensi aksi struktur khusus obat berhubungan dengan interaksi yang terjadi terhadap struktur khusus temat aksi obat itu. Apabila struktur tempat aksinya telah diketahui, interaksi obat dengan tempat aksinya dapat terjadi. Oleh karena itu, struktur tempat aksi obat dan kekuatan yang mengontrol interaksinya dengan obat perlu dotentukan untuk disesuaikan dengan desain obat yang rasional. Tujuan pokok fase farmakodinamik ini adalah optimasi efek biologis. Bila obat dapat berinteraksi dengan sisi reseptor, biasnaya protein membran akan menimbulkan respon biologis. Cara kerja obat dapat digolongkan sebagai berikut : secara kimiawi, secara fisika, dan cara kerja yang mengganggu proses metabolisme.

OBAT ADALAH RACUN, PENDAPAT ANDA?

Jika dikatakan obat adalah racun, pendapat saya iya obat adalah racun. Namun bukan hanya obat saja yang merupakan racun. Pengertian racun dalam kamus Indonesia adalah suatu zat yang memberi sakit dan kematian. Menurut Paracelcus seorang dokter Renaissance, botani, alkemis, astrolog, dan okultis umum mengatakan bahwa yang membuat suatu zat itu racun atau tidak adalah dosis dan cara masuk ke tubuh kita. Jadi, apabila kita mengonsumsi zat apapun dalam jumlah atau dosis melebih dosis atau jumlah maksimum yang seharusnya dikonsumsi akan merubah fungsi zat tersebut menjadi racun bagi tubuh. Begitu pun dengan cara masuknya kedalam tubuh, contoh bila kita minum bukan melalui mulut tetapi melalui hidung maka kita akan mati tersedak, lalu apabila kita minum dalam sekali minum langsung 20 liter maka yang terjadi kita bisa mati kekenyangan air. Begitupun obat, obat dapat bersifat sebagai zat yang dapat berefek mengobati apabila diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan cara masuk yang sesuai. Contoh, bila suatu obat diinstruksikan oleh dokter untuk dikonsumsi 3 kali sehari 1 tablet, namun karena ingin efek yang cepat maka dikonsumsi dalam sekali minum 20 tablet, tentu saja dosis yang dikonsumsi melebihi kapasitas dosis maksimum, sehingga bukan kesembuhan yang diperoleh namun keracunan karena overdosis. Lalu bila larutan koloid digunakan untuk rute obat injeksi antravena maka yang terjadi adalah kematian pasien yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah karena tersumbatnya darah untuk mengalir yang disebabkan oleh partikel koloid yang mengendap pada pembuluh darah.

Jadi pernyataan obat merupakan racun adalah benar, tetapi bersifat racun bila digunakan dalam jumlah yang melebihi batas maksimum dan cara masuknya tidak sesuai. Batas maksimum dosis pada setiap individu berbeda-beda, untuk obat-obatan dosis maksimum dapat dihitung dengan rumus dosis.

PERBEDAAN SIDE EFFECT dan ADVERSE DRUG REACTION

Adverse Drug Reaction / ADR didefinisikan sebagai reaksi yang tidak dikehendaki dan bersifat merugikan akibat respon pemakaian obat pada dosis sesuai anjuran pada manusia untuk keperluan terapi, profilaksis, diagnosis, maupun untuk modifikasi fungsi fisiologis.

Side Effect, yaitu berbagai efek yang tidak dikehendaki dari suatu obat yang terjadi pada pemakaian dosis normal pada manusia, berkaitan kandungan zat pada obat tersebut.

Jadi, definisi adverse drugs reaction lebih cenderung ke reaksi kimianya yang bersifat merugikan  dari obat yang kita konsumsi, sedangkan side effect atau efek samping lebih menjurus ke hasil yang merugikan dari reaksi kimia dari obat yang kita konsumsi.

OBAT-OBAT SISTEM SARAF OTONOM

ADREGENIK

EPINEFRIN.

Farmakodinamik.

  1. kardiovaskular (pembuluh darah) : efek vaskuler epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler , tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi :

–          epinefrin dalam dosis rendah menyebabkan vasodilatasi ( hipotensi)

–          epinefrin dalam dosis tinggi menyebabkan vasokontriksi (peningkatan tekanan darah)

  1. arteri koroner :

–          terjadi peningkatan aliran darah koroner

–          peningkatan tekanan darah aorta

  1. jantung :

–          aktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan konduksi

–          memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi

–          curah jantung meningkat , namun pemakaian oksigen dan kerja jantung ikut meningkat sehingga kurang efektif

  1. otot polos

–          saluran cerna : melalui reseptor α dan β , epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna

–                     uterus : bekerja pada reseptor α1 dan α2  . selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus epinefin menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor β2.

–                     Pernafasan : bronkodilatasi , menghambat pelepasan mediator inflamasi dari sel mast mlalui reseptor β2 , menghambat sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1

 

  1. Susunan saraf pusat

Epinefrin dapat menimbulkan kegelisahan , rasa kuatir , nyeri kepala, dan tremor

  1. Proses metabolik

–                     Menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor β2

–                     Penghambatan sekresi insulin

–          Peningkatan lipolisis

Farmakokinetik

  1. Absorbsi

–          Pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang terdapat pada dinding usus dan hati

–          Pada penyuntikan subkutan , absorbsi lambat karena terjadi vasokontriksi lokal

–          IM : absorbsi cepat

–          Inhalasi : efek terutama pada saluran nafas

  1. Biotransformasi dan ekskresi

–          Epinefrin stabil pada pembuluh darah

–          Degradasi terutama terjadi di hati , karena terdapat banyak enzim COMT dan MAO

–          Metabolit epinefrin dikeluarkan melalui urine.

Indikasi:
Digunakan untuk mengobati anaphylaxis dan sepsis.

Dosis

Dosis dewasa : 0,2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larutan 1:1000)

1-10 mcg/menit infus IV

Pabrik : Ethica

DOPAMIN.

FARMAKODINAMIK :

Dopamin berkerja dalam reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh darah koroner dengan kadar yang rendah. Stimulasi tersebut mengakibatkan vasodilatasi melalui aktivitas adenilsiklase. Pada kadar sedikit lebih tinggi, dopamine akan meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivitas adrenoreseptor β1, Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya ke jantung.

Pada dosis rendah hingga sedang, resistensi perifer total tidak berubah dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanpa mengubah tekanan diastolik akibatnya berguna untuk curah jantung rendah dengan gangguan fungsi ginjal seperti syok kardiogenik dan gagal jantung berat.

Pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan vasokontriksi maka dari itu untuk penatalaksanaan syok tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor.

Farmakokinetik

            Dopamin sebagai katekolamin tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorbsi dengan baik dalam pemberian subkutan. Dimetabolisme di hati dan diekresikan dari ginjal.

Indikasi

Untuk mengobati syok dan tekanan darah rendah karena serangan jantung, trauma, infeksi, operasi dan penyebab lainnya.

Dosis :

–          Dewasa Dosis yang biasa untuk Nonobstructive Oliguria :
Dosis awal: 1 sampai 5 mcg / kg / menit dengan infus IV kontinu.
Titrasi untuk respon yang diinginkan. Administrasi di tingkat yang lebih besar dari 50 kg per mcg per menit telah digunakan dengan aman dalam situasi yang serius.

–          Dewasa Biasa Dosis untuk Syok :
Dosis awal: 1 sampai 5 mcg / kg / menit dengan infus IV kontinu.
Titrasi untuk respon yang diinginkan. Administrasi di tingkat yang lebih besar dari 50 kg per mcg per menit telah digunakan dengan aman dalam situasi yang serius.

Pabrik : dipa pharmalab intersains.



DOBUTAMIN

Farmakodinamika

Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d. Isomer / adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d  α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer / dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomer d 10 kali  lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor β1 daripada β­2.

Dobutamin menimbulkan efek inotropik  yang lebih kuat daripada efek kronotropik dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor β2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer relative tidak berubah.

Farmakokinetik

Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral.

Indikasi :

Pengobatan pada jantung

Pabrik : Danpac Pharma



Acetaminophen / paracetamol

  • Farmakodinamik:

–       Efek analgesiknya mengurangi nyeri ringan sampai sedang.

–       Menurunkan suhu tubuh.

–       Efek anti inflamasinya sangat lemah (atau tidak ada).

–       Paracetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah.

  • Farmakokinetik:

–       Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

–       Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam.

–       T ½ antara 1-3 jam.

–        25% paracetamol terikat protein plasma.

–       Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.

–       Dikonjugasi dengan asam glukoronat.

–       Mengalami hidroksilasi.

–       Metabolit hasil hidroksilasi menimbulkan methemoglobinemia & hemolisis eritrosit.

–       Diekskresi melaui ginjal.

  • Indikasi:

–       Untuk analgesik dan antipiretik dan tidak mempengaruhi GIT bleeding.

  • Efek Samping:

–       Eritema

–       Urtikaria

–       Demam

  • Akibat dosis toksik:

–       Nekrosis hati

–       Nekrosis tubulus renalis

–       Hipoglikemi

–       Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati dan kematian.

–       Radikal bebas dari paracetamol berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati.

–       Hepatotoksik paracetamol meningkat pada penderita yang juga mendapat barbiturat, anti konvulsi lain, dan alkoholik yang kronis.

  • Sediaan:

–       Tablet 500 mg

–       Sirup yg mengandung 120 mg per 5 mL

  • Pabrik

PT.PIM PHARMACEUTICAL

Indole & Indene Acetic Acids/ Indometacin

  • Farmakodinamik:

–       Walaupun efektif tapi toksik maka penggunaaannya dibatasi.

–       Efek: analgesik (perifer dan sentral), anti inflamasi, dan anti piretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin.

–       Invivo menghambat enzim cyclooksigenase.

  • Farmakokinetik:

–       Absorbsi per oral cukup baik.

–       92-99% terikat protein plasma.

–       Metabolisme di hati.

–       Ekskresi dalam bentuk asal maupun metabolik lewat urine dan empedu.

–        T ½ 24 jam.

  • Efek Samping:

–       Pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung, & pankreatitis.

–       Sakit kepala hebat, depresi, bingung, agranulositosis, thrombositopenia, & anemia aplastik.

–        Vasikonstriksi pembuluh koroner.

–       Hiperkalemi

–       Mengurangi natriuretik dari thaizide dan furosemide.

–       Memperlemah efek hipotensif dari beta blocker.

  • Kontra Indikasi:

–       Ibu hamil

–       Anak

–        Gangguan psikiatri

–       Pasien dengan penyakit lambung

  • Indikasi:

–       Hanya dianjurkan bila NSAID yang lain kurang berhasil, misalnya pada spondilitis ankilosa, arthritis pirai akut, arthritis tungkai.

  • Dosis:

–       2-4 kali 25 mg/ hari

–       50-100 mg (sebelum tidur) untuk mengurangi gejala rheumatik di malam hari

  • Pabrik

PT KIMIA FARMA ( Jakarta – Indonesia).

Dexamethasone

  • Farmakodinamik

Pada waktu memasuki jaringan,dexamethasone berdifusi atau ditranspor menembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik glukokortikoid heat-shock protein kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada berbagai gen dan protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.

  • Farmakokinetik

Pada kejadian normal, 90% kortisol terikat pada dua jenis protein plasma yaitu globulin pengikat kortikosteroid dan albumin. Afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatnya rendah, sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi kafasitas ikatnya relative tinggi. Karena itu pada kadar rendah atau normal, sebagian besar kortikosteroid terikat globulin. Bila kadar kortikosteroid meningkat jumlah hormone yang terikat albumin dan bebas juga meningkat , sedangkan yang terikat globulin sedikit mengalami perubahan. Kortikosteroid berkompetisi sesamanya untuk berikatan denga globulin pengikat kortikosteroi; kortisol mempunyai afinitas tinggi sedangkan metabolit yang terkonyugasi dengan asam glukuronad dan aldosteron afinitasnya rendah.

Kehamilan atau penggunaan estrogen dapat meningkatkan kadar globulin pengikat kortikosteroid, kortisol plasma total dan kortisol bebas sampai beberapa kali. Telah diketahui bahwa hal ini tidak terlalu bermakna terhadap fungsi tubuh.

  • Indikasi

Sebagai anti-inflamasi pada gangguan endoktrin, gangguan rematik, penyakit collagen, dermatologis, keadaan alergi, penyakit mata, penyakit saluran pernafasan, gangguan hematologis, penyakit neoplastik, keadaan edema, cerebral edema, tuberculosis meningitis, test diagnosis dari hyperfungsi adrenokortikoid.

  • Dosis

–       Dewasa : sehari 0,5 – 2 mg dibagi dalam beberapa dosis,, pada keadaan parah bisa sampai 12 mg sehari.

–       Anak – anak : sekali 6- 85 mcg per kg berat badan, sehari 24 – 340 mcg per kg berat badan.

  • Pabrik

PT MEGA FARMA ( Jakarta – Indonesia).


Ciprofloxacin

  • Farmakodinamik

Siprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun negatif.

  • Farmakokinetik

Siprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, biovailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama melalui urin

  • Indikasi

Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitive terhadap ciprofloxacin seperti : infeksi saluran kemih termaksud prostatitis. Uretritis dan servisitis gonorrhoeae. Infeksi saluran cerna, termaksud demam tifoid yang disebabkan oleh S.thypi. infeksi saluran nafas, kecuali pneumonia akibat streptococcus. Infeksi kulit dan jaringan lunak, innfeksi tulang dan sendi.

  • Dosis

–       Dewasa

  • Infeksi ringan / sedang saluran kemih : 2 x sehari 250mg
  • Infeksi berat saluran kemih : 2 x sehari 500mg
  • Infeksi ringan / sedang saluran nafas, tulang, sendi, kulit, jaringan lunak : 2 x sehari 250 – 500 mg
  • Infeksi berat saluran nafas, tulang, sendi, kulit dan jaringan lunak: 2 x sehari 500 – 700 mg
  • Protatitis kronis : 2 x sehari 500 mg
  • Infeksi saluran cerna : 2 x sehari 500 mg
  • Gonorrhoeae akut : 250 mg dosis tunggal
  • Untuk mencapai kadar yang adekuat pada osteomelitis akut, dosis tidak boleh kurang dari 2 x sehari 750 mg.
  • Pabrik

PT BERNOFARM (Siduharjo – Indonesia)

NIFEDIPINE

  • Famakodinamik

Nifedipine bekerja sebagai antagonis kalsium dengan menghambat arus ion kalsium masuk ke dalam otot jantung dari luar sel. Karena kontraksi otot polos tergantung pada ion kalsium ekstra seluler, maka dengan adanya antagonis kalsium dapat menimbulkan efek inotropik negatif. Demikian juga dengan Nodus Sino Atrial (SA) dan Atrio Ventrikuler (AV) akan menimbulkan kronotropik negatif dan perlambatan konduksi AV.

  • Farmakokinetik

Terikat oleh protein plasma dan diekskresi dalam bentuk metabolit tidak aktif melalui urin. Nifedipine dalam dosis tunggal diekskresi sebesar 80%  dalam waktu 24 Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap farmakokinetik nifedipine.

  • Indikasi

Indikasi Nifedipine adalah untuk pengobatan dan pencegahan insufiensi koroner terutama angina pektoris, hipertensi kronik dan hipertensi urgensi.

  • Dosis

Dosis yang umum diberikan adalah :

Dosis tunggal 5 – 10 mg.

Dosis rata-rata 5 – 10 mg, 3 x sehari.

Interval tiap dua dosis paling sedikit 2 jam. Tablet ditelan utuh dengan sedikit cairan. Bila diinginkan khasiat yang cepat, misalnya ketika terasa akan datang serangan, tablet dikunyah dan dibiarkan menyebar dalam mulut. Nifedipin akan diserap cepat oleh selaput lendir mulut.

  • Pabrik

Indofarma

AB-Vask 5mg TABLET Amlodipine

  • Famakodinamik

Amiodipine adalah inhibitor influks kalsium (slow channel blocker atau antagonis ion kalsium), yaitu menghambat influks ion-ion kalsium transmembran ke dalam jantung dan otot polos Mekanisme kerja antihipertensi amiodipine dikarenakan adanya efek relaksasi secara langsung pada otot polos vaskular, sedangkan mekanisme yang tepat untuk menghilangkan angina belum sepenuhnya diketahui Dua cara kerja amlodipine untuk memperkecil iskemia total adalah sebagai berikut:

  • Amiodipine menimbulkan dilatasi arteriola perifer sehingga memperkecil tahanan perifer total     (afterload) terhadap kerja jantung Karena tidak menimbulkan refleks takikardia, maka tidak ada muatan     terhadap jantung sehingga konsumsi energi miokardial dan kebutuhan oksigen menurun
  • Amiodipine menimbulkan dilatasi arteri koroner utama dan arteriola koroner, baik pada keadaan normal     maupun iskemia. Dilatasi ini meningkatkan penyampaian oksigen miokardial pada penderita dengan spasme     arteri koroner (Prinzmetal’s atau angina varian)
  • Farmakokinetik

Setelah pemberian dosis terapeutik secara oral, amiodipine diabsorpsi dengan baik dan kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 6 – 12 jam Volume distribusi amiodipine kira-kira 21 liter/kg Waktu paruh eliminasi plasma terminal adalah sekitar 35 – 50 jam dan konsisten pada pemberian dosis sekali sehari Kadar mantap dalam plasma tercapai 7 – 8 hari setelah pemberian secara terus menerus sehari sekali Sebanyak 97,5% amiodipine dalam sirkulasi terikat dengan protein plasma.

Amlodipine sebagian besar dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif, di ekskresi di urin 10% dalam bentuk tidak berubah dan 60% sebagai metabolit Pada penderita hipertensi, pemberian dosis sehari sekali memberikan penurunan tekanan darah yang signifikan secara klinis baik pada posisi terlentang maupun berdiri setelah interval waktu 24 jam. Karena mula kerja yang lambat maka tidak terjadi hipotensi akut setelah pemberian amlodipine pada penderita angina .Pemberian dosis sekali sehari meningkatkan waktu exercise dan menurunkan frekuensi serangan angina dan konsumsi tablet nitrogliserin. Amiodipine tidak mempengaruhi efek metabolisme atau perubahan-perubahan lipid (lemak) dalam plasma.

  • Indikasi

Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan hipertensi dan digunakan dalam bentuk tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita Penderita-penderita yang tidak cukup terkontrol bila hanya menggunakan obat antihipertensi tunggal, dapat lebih menguntungkan bila pemberian amlodipine dikombinasi dengan diuretik tiazid, inhibitor adrenoreceptor, atau inhibitor anglotensin-converting enzym.

Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan iskemia miokardial yang disebabkan obstruksi fixed (angina stabil) dan atau vasospasme/vasokonstriksi (Prinzmetal’s atau angina varian) dari pembuluh darah koroner Amlodipine dapat digunakan sebagai gambaran klinik yang menunjukkan suatu kemungkinan komponen vasospastik / vasokonstriktif tetapi belum nampak adanya vasospasme / vasokonstriksi. Amlodipine dapat digunakan dalam bentuk tunggal (monoterapi) atau dikombinasi dengan obat-obat antiangina lain, terutama pada penderita angina yang sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan p-blocker pada dosis adequat / dosis yang memadai

  • Dosis

Penggunaan dosis Amlodipine diberikan secara individual, bergantung pada toleransi dan respon pasien. Dokter biasanya akan menyesuaikan dosis Amlodipine anda sesuai tekanan darah dan respon pengobatan. Amlodipine umumnya diberikan satu kali sehari.

  • Pabrik

PT. LAPI LABORATORIES (CIKANDE –INDONESIA).

Captropil

  • Farmakodinamik

Captopril adalh D-3 mercaptomethyl-propionyl-L-proline. Captopril mempunyai efek yang menguntungkan pada hipertensi dan gagal jantung, yaitu penekanan sistem renin-angiotensin-aldosterone.

Captopril mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II oleh inhibisi ACE (angiotensin Converting Enzym) .

  • Farmakokinetik

Setelah pemberian secara oral captopril secara cepat diabsorpsi dan adanya makanan dalam saluran gastrointestinal berkurang 30-40%. Dalam periode 24 jam lebih dari 95% dosis yang diabsorpsi dieliminasi ke dalam urin dan 40-50%nya dalam bentuk tidak berubah.

  • Indikasi

Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukupp responsive atau tidak  dapat dikontrol dengan dieretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptropril diberikan bersama diuretic dan digitalis.

  • Dosis

Kaptropril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya  sangat tergantung dari kebutuhan penderita (individual).

–            Dewasa

Hipertensi : dosis awal 12,5 mg 3 x sehari, bila setelah 2 minggu, penurunan tekanan darah masih belum memuaskan maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg 3 x sehari. Bila setelah 2 minggu lagi, tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan obat diuretic golongan tiazida missal hidroklorotiazida 25mg setiap hari. Dosis diuretic mungkin dapat ditingkatkan pada interval satu atau dua minggu. Maksimum dosis captropril untuk hipertensi tidak boleh lebih dari 450 mg.

–        Gagal jantung 12,5 – 25 mg 3 x sehari, diberikan bersama diuretic dan digitalis, dari awal terapi harus dilakukan pengawasan medic secara ketat. Untuk penderita dengan gangguan fungsi ginnjal dosis perlu dikurangi disesuaikan dengan klirens penderita.

  • Pabrik

INDOFARMA BEKASI- INDONESIA

Amlodipine atau Norvask

  • Farmakodinamik

Norvask adalah obat antihipertensi yang mengandung amlodipine, suatu obat penghambat ion kalsium. Mekanisme kerja amlodipine adalah menghambat masuknya (influks) ion kalsium ke dalam sel otot jantung dan otot polos pembuluh darah. Dengan demikian amlodipine mempunyai efek relaksasi otot polos sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Efek amlodipine dalam pengobatan angina belum diketahui secara pasti, tetapi amlodipine mengurangi iskemia jaringan dengan cara :

–            Amlodipine menyebabkan pelebaran pembuluh darah arteriol perifer, sehingga mengurangi resistensi total perifer (afterload). Akibatnya terjadi penurunan konsumsi energi otot jantung dan kebutuhan oksigen.

–            Amlodipine menyebabkan pelebaran pembuluh darah arteri koroner dan arteriol.

–            Pada penderita tekanan darah tinggi, dosis sekali sehari cukup signifikan menurunkan tekanan darah. Karena mulai kerja (onset) amlodipine lambat, amlodipine jarang menyebabkan hipotensi akut.

  • Farmakokinetik

Setelah pemberian dosis terapeutik secara oral, amlodipine diabsorpsi dengan baik dan kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 6 – 12 jam. Kadar mantap dalam plasma tercapai 7 – 8 hari setelah pemberian secara terus menerus sehari sekali. Norvask sebagian besar dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif, di ekskresi di urin 10% dalam bentuk tidak berubah dan 60% sebagai metabolit. Pada penderita hipertensi, pemberian dosis sehari sekali memberikan penurunan tekanan darah yang signifikan secara klinis baik pada posisi terlentang maupun berdiri setelah interval waktu 24 jam.

  • Indikasi

Hipertensi. Amlodipine dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya.

Iskemia miokard.

Angina kronik stabil atau angina vasospastik.

  • Dosis

Dosis yang lazim diberikan oleh dokter adalah 5 – 10 mg, 1 kali sehari.

  • Pabrik

Pfizer

Cetirizine

  • Farmakodinamik

Cetirizine adalah antihistamin dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebagai anti alergi. Merupakan antagonis selektif reseptor H1, efeknya terhadap reseptor lain dapat diabaikan sehingga cetirizine hampir bebas dari efek anti kolinergik dan anti serotonin. Cetirizine menghambat pelepasan histamin pada fase awal dari reaksi alergi, mengurangi migrasi dari sel inflamasi dan melepaskan mediator yang berhubungan dengan “late allergic response”.

  • Farmakokinetik

–            Puncak level darah untuk 0,3 µg/ml dicapai antara 30-60 menit setelah pemberian cetirizene 10 mg

–            Waktu paruh plasma kira-kira 11 jam.

–            Absorpsi sangat konsisten pada semua subjek. Pengeluaran melalui ginjal 30ml/menit dan waktu paruh ekskresi kira-kira 9 jam.

–            Cetirizine terikat kuat pada protein plasma.

  • Indikasi

Pengobatan perennial rhinitis, alergi rhinitis musiman dan kronik idiopatik urtikardia.

  • Dosis
  • Pabrik

PT. KIMIA FARMA (Jakarta – Indonesia).

 


Indexon Tablet.

  • Farmakodinamik

Pada waktu memasuki jaringan,indexon tablet berdifusi atau ditranspor menembus sel membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik glukokortikoid heat-shock protein kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada berbagai gen dan protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.

  • Farmakokinetik

Pada kejadian normal, 90% kortisol terikat pada dua jenis protein plasma yaitu globulin pengikat kortikosteroid dan albumin. Afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatnya rendah, sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi kafasitas ikatnya relative tinggi. Karena itu pada kadar rendah atau normal, sebagian besar kortikosteroid terikat globulin. Bila kadar kortikosteroid meningkat jumlah hormone yang terikat albumin dan bebas juga meningkat , sedangkan yang terikat globulin sedikit mengalami perubahan. Kortikosteroid berkompetisi sesamanya untuk berikatan denga globulin pengikat kortikosteroi; kortisol mempunyai afinitas tinggi sedangkan metabolit yang terkonyugasi dengan asam glukuronad dan aldosteron afinitasnya rendah..

  • Indikasi

Peradangan, rematoid arthritis (encok), asma bronchial, penyakit serum, dermatitis alergi, rhinitis, kongjutivitis, lupus eritematosus, demam rematik angkut, leukemia akut, sindrom nefrotik, pemfigus akut.

  • Dosis

–                 Umumnya : 0,5 – 2mg sehari, dalam dosis terbagi-bagi

–                 Untuk reaksi alergi akut dan asma bronchial

  • Hari pertama : 6 mg
  • Hari kedua    : 4,5 mg
  • Hari ketiga    : 3 mg
  • Hari keempat : 1,5 mg

–                 Untuk rematoid arthritis (encok)

  • Sehari 3 mg selama 15 hari
  • Hari ke 16 dan 17 : 2,5 mg
  • Hari ke 18 dan 19 : 2 mg dan seterusnya.
  • Pabrik

PT. INTERBAT (Buduran, Sidoharjo, Jawa Timur, Indonesia)

Glibenclamide

  • Farmakodinamik

Kerja utama glibenclamide adalah meningkatkan rilis insulin dari pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu penurunan kadar glucagon serum dan suatu efek  ekstrapankreatik dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.

  • Farmakokinetik

Dapat diminum bersama makanan. gliburid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar terikat pada protein plasma terutama albumin (70-99%).

Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%). Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadar dalam plasma hanya tinggal sekitar  5%. Masa kerja sekitar 15 = 24 jam. Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif

  • Indikasi

Diabetes mellitus pada orang dewasa, tampa komplikasi yang tidak responsive dengan diet saja.

  • Dosis

Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan ½ – 1 kaptab sehari sampai control metabolit yang optimal tercapai. Dosis awal untuk orang tua 2,5 mg/hari. Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

  • Pabrik

INDOFARMA (Bekasi – Indonesia)